Bhagawan Abhyasa mengatakan bahwa
peperangan antara dewa dan asura, antara kebaikan dan kejahatan selalu terjadi
sejak awal kehidupan. Demikian pula yang terjadi dengan peperangan antara
kebaikan dan kejahatan di dalam diri. Menjaga kesadaran dan membuang pola lama
harus terus dilakukan agar kesadaran tetap terjaga. Bahwa ada asura yang baik
dan berkesadaran tinggi seperti Prahlada, membuktikan bahwa benih potensi
kebaikan pun ada dalam diri tiap asura. Bali putra Wirochana, cucu Prahlada,
memiliki potensi kebaikan, akan tetapi pada saat itu potensi kebaikan tersebut
masih tertutup belenggu pola lama dari genetik asura. Dan terjadilah beberapa
kali pertempuran antara para dewa dipimpin Indra dan para asura dipimpin Bali.
Dalam beberapa peperangan
terakhir para dewa di bawah pimpinan Indra terdesak oleh para asura di bawah
pimpinan Bali, sehingga para dewa menghadap Wisnu yang berkuasa sebagai
pemelihara alam. Mereka mohon petunjuk bagaimana caranya agar mereka dapat
terus hidup dalam melawan ketidakbenaran. Wisnu memberi petunjuk kepada para
dewa, agar mereka mengadakan gencatan senjata dahulu dengan para
asura. Mereka perlu mendapatkan Amerta, obat yang melindungi diri dari
kematian. Untuk itu samudera harus diaduk. Gunung Mandaragiri dapat di
jadikan alat pengaduk dan ular raksasa Wasuki dijadikan sebagai tali pengikat
gunung. Para dewa harus bekerja sama dengan para asura, tidak dapat bekerja
sendiri. Para Dewa harus mendapatkan Amerta yang akan keluar dari samudera.
Pertama kali akan keluar racun Kalakuta, setelah itu keluar beberapa hal
lainnya. Diharapkan para dewa tidak ngotot, dan apabila ada benda yang diminta
para asura agar diberikan saja. Para dewa diminta fokus pada Amerta.
Para asura setuju untuk
mengadakan gencatan senjata dan bekerjasama demi mendapatkan Amerta. Hanya
sebetulnya yang berada di benak para Dewa dan para Asura lain. Para Dewa ingin
mendapatkan Amerta bagi keabadian dalam menegakkan dharma, sedangkan para Asura
ingin mendapatkan keabadian dalam kenikmatan indera dan pikiran. Sebagaimana
yang terjadi dalam persaingan antara dua kelompok, mereka telah menyiapkan
rencana alternatif untuk merebut Amerta dari tangan saingannya.
Pertama kali para Dewa memegang
kepala Wasuki yang membelit gunung dan ekornya dipegang para Asura. Para Asura
tersinggung, merasa martabatnya direndahkan maka mereka meminta yang memegang
kepala. Para Dewa menuruti kemauan para Asura. Kendati demikian gunung tersebut
tenggelam di samudera karena beratnya. Sang Pemelihara Alam mewujud sebagai
kura-kura raksasa, Kurma Awatara. Bertindak sebagai penyangga di bawah gunung.
Banyak yang tidak tahu mengapa gunung tersebut tidak tenggelam lagi. Akibatnya
luar biasa, semuanya merasa bersemangat, bekerjasama, bergotong-royong.
Dia merasuk ke semua makhluk dan membuat semua makhluk merasa
bersemangat. Dia adalah gairah yang berada dalam hati Gunung Mandaragiri.
Dia adalah ketidaktahuan Wasuki. Dia juga merupakan sifat alami Asura. Dia juga
adalah sifat kelembutan Dewa.
Setelah beberapa lama, Wasuki
ngos-ngosan dan dari mulutnya keluar asap, para Asura yang memegang kepala
tidak kuat. Wisnu datang sebagai hujan dan angin sepoi-sepoi dan membawa asap
dengan angin. Semua makhluk merasa ditolong Tuhan. Memang demikian. Tetapi
bukan berarti hanya dia yang dicintai dan ditolong-Nya. Dia tidak
membeda-bedakan. Semuanya sejatinya adalah Dia, hanya pikiran lah yang membuat
merasa terpisah. Samudera diaduk terus dan seakan-akan nampak sebagai
susu. Muncul racun Kalakuta. Udara menjadi beracun dan semua Asura
berlarian, para Dewa pun pada tidak kuat. Dan para Dewa mohon pertolongan
Shiwa, Sang Mahadewa. Sang Mahadewa melindungi mereka yang percaya, menelan
racun masuk kerongkongan dan tetap di lehernya. Perbuatan penuh kasih. Setetes
racun jatuh dan menjadi rebutan ular, kalajengking, lipan dan binatang merayap
lainnya.
Semuanya kembali mengaduk, dan
kemudian keluar Kamadhanu, Sapi Suci. Selanjutnya Ucchaisrawa, Kuda Sakti yang
diminta Bali. Kemudian Gajah Airawata untuk Indra. Permata Kaustubha dipakai
Wisnu. Pohon Parijata dan para Apsara diambil Indra. Setelah itu keluar Laksmi
yang semuanya menginginkannya. Laksmi melihat para Asura masih keras dan mau
menang sendiri. Para Resi pun, nampak belum menaklukkan kemarahan dan masih
sering mengutuk. Guru Sukra pun bijak tapi masih belum mengetahui tentang
ketidak-terikatan. Candra tampan, akan tetapi belum menaklukkan nafsu. Indra
penguasa, tetapi belum mampu menaklukkan keinginan. Hanya Wisnu yang tidak
menginginkannya. Dia telah melampaui Tri Guna. Laksmi menjatuhkan pilihan untuk
mengikuti Wisnu.
Pada akhirnya keluar Dhanwantari
membawa mangkuk Amerta. Para Asura dengan cepat melepaskan Wasuki, alat itu
sudah selesai digunakan, mengapa repot? Wasuki dilemparkan dan mereka merenggut
bejana berisi Amerta. Tiba-tiba terjadilah perebutan diantara para Asura,
siapakah yang berhak mencicipi Amerta lebih dahulu. Berlomba dengan teman
sendiri, merasa paling unggul diantara sahabat adalah sifat asura.
Suasana mendadak hening, dan
dalam keheningan tersebut muncul seorang wanita yang sangat jelita. Para
Asura dan para Dewa duduk bersimpuh di hadapan wanita jelita tersebut. Para
Asura ternganga dan langsung menyerahkan bejana berisi Amerta, “Wahai bidadari
jelita, kami yakin dikau bertindak adil, ambillah dan bagikan kepada kami
menurut pendapatmu.” Para Asura tetap ternganga dan terpesona, padahal sambil
jalan berlenggok, Dia menyendok Amerta untuk para dewa di sisi lainnya. Lupa
diri membuat para asura lalai, alpa. Mereka berpikir, “Huh, para Dewa memang
tidak bisa menghargai kecantikan yang belum pernah ada sebelumnya di permukaan
bumi ini.” Hanya Asura Rahu yang waspada, paham keadaan dan segera menyamar
sebagai Dewa dan duduk antara Surya dan Candra. Rahu telah mendapatkan
Amerta. Wanita itu tahu tapi membiarkan saja. Baru setelah Surya dan Candra
memberi tanda, maka leher Rahu dipotong.
Kejadian tersebut menyadarkan
para Asura, dan Mohini, sang wanita jelita kembali mewujud sebagai Wisnu dan
menghilang. Tindakan Surya dan Candra tersebut membuat marah Rahu, maka pada
waktu tertentu dia akan menelan Surya dan Chandra. Akan tetapi pemberitahuan
kepada Mohini telah menyelamatkan mereka, karena begitu mereka ditelan Rahu
setelah sampai di leher mereka keluar lagi. Konon itulah sebabnya peristiwa
gerhana matahari dan gerhana bulan hanya memakan waktu sebentar saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar