AMBARISA
Resi Shuka melanjutkan cerita
tentang Bhagawata Purana kepada Parikesit, “Bhagawata adalah pohon besar.
Sesungguhnya Tuhan, Narayana adalah benih dari pohon ini. Brahma adalah tanaman
yang muncul dari benih sebagai tunas, pohon muda dan kemudian tumbuh menjadi
pohon. Narada adalah batang pohon tersebut. Bhagawan Abhyasa adalah cabangnya.
Bhagawata Purana, Kisah Ilahi yang suci adalah buah yang manis yang terletak
pada cabang pohon tersebut.”
Ambarisha adalah putra Nabhaka
yang menjadi raja bumi dengan kekayaan yang tak terukur. Walaupun demikian,
Ambarisha mempunyai keyakinan bahwa hal-hal duniawi bersifat sementara dan
hal-hal duniawi selalu mencoba memperdaya kebijaksanaan manusia. Oleh karena
itu ia menganggap kenyamanan dunia sebagai mimpi. Ia menikmati semua
kekayaannya dan kemuliaannya tetapi tidak terikat dengan dengan hal-hal yang
bersifat duniawi. Ambarisha adalah seorang bhakta Narayana seperti halnya
Nabhaka, ayahnya. Hidupnya selalu berada dalam ketenangan. Kata-kata yang
diucapkannya hanya merupakan pujian terhadap Tuhan yang selalu penuh
kelembutan. Seluruh perbuatannya hanya merupakan pelayanan terhadap semua
wujud Tuhan. Pada suatu ketika, Resi Wasistha, Asitha dan Gautama membantu sang
raja dalam upacara Aswamedha di tepi sungai Saraswati dan Narayana muncul
memberi karunia kepada sang raja dengan senjata pribadinya, “Sudarsana Chakra”.
Bagi Ambarisha, Sudarsana Chakra adalah simbol dari Narayana. Sejak masih muda,
saat Ambarisha melihat simbol Sudarsana Chakra, dia langsung merasa
terhubungkan dengan Narayana.
Pada suatu ketika sang raja dan
istrinya melakukan “Dewadashi Wrata”. Ia melakukan tapa brata selama satu tahun
penuh. Pada bulan Kartika, raja berpuasa selama tiga hari dengan didahului
dengan mandi di sungai dan memuja Tuhan di hutan Madhuwana. Pada saat itu
muncul Resi Durwasa dan segera sang raja menghormatinya dan menawarkan
persembahan makanan di rumahnya. Resi Durwasa berterima kasih dan kemudian
menyampaikan bahwa dia akan berendam di sungai dan baru keesokan harinya datang
ke rumahnya. Resi Durwasa berendam di sungai sambil mengucap sebuah mantra yang
sangat panjang. Beberapa lama kemudian sang raja berada dalam posisi yang
sulit, beberapa saat lagi puasa Dewadashi berakhir dan dia harus segera makan.
Akan tetapi makan mendahului seorang Brahmana yang diundang makan juga
merupakan sesuatu yang melanggar etika. Sang raja minta pendapat para resi
istana yang menganjurkan untuk minum beberapa tetes air dan beberapa keping
daun “Tulasi” untuk memenuhi syarat berbuka puasa. Sang raja melakukan hal
tersebut dan menunggu Resi Durwasa datang ke rumahnya.
Resi Durwasa selesai melakukan
ritual berendam di sungai mendatangi istana sang raja. Resi Durwasa tahu bahwa
sang raja telah mendahului makan walau hanya dengan beberapa tetes air dan
beberapa lembar daun Tulasi dan ini membuat dirinya tersinggung. Sang resi
berkata, “Kamu telah mabuk dengan kekuasaan dan kekayaan sehingga menjadi
angkuh dan tidak menghormati seorang resi. Aku akan memberi pelajaran kepada
kamu!” Dan sang resi mencabut sebuah rambutnya dan menciptakan makhluk bernama
Kirtya yang segera menyerang sang raja. Raja Ambarisha diam tak bergerak dan
“Sudarsana Chakra” datang melindungi dan membakar makhluk tersebut. Resi
Durwasa kagum sebentar dan kemudian cemas karena “Sudarsana Chakra” mengejar
dirinya. Resi Durwasa berlari ke hutan akan tetapi senjata chakra tersebut
selalu mengejarnya. Ia lari kedalam gua di Gunung Meru, akan tetapi sang chakra
selalu mengejarnya. Akhirnya sang resi berlindung kepada Brahma yang berkata,
“Aku adalah pembantu Tuhan dan aku tidak dapat mengendalikan senjata Tuhan!”
Kemudian sang resi berlindung kepada Mahadewa yang berkata, “Datanglah kepada
Narayana, sang pemilik senjata!” Sang resi kemudian menghadap Narayana dan
berkata, “Wahai Tuhan lindungilah kami dari senjata-Mu yang mengejar-ngejar
diriku. Aku telah berbuat salah dengan Raja Ambarisha dan senjata-Mu mengejar
diriku ke mana pun kami pergi!”
Narayana tersenyum dan berkata,
“Durwasa, kamu juga tidak melihat bahwa aku pun sama seperti Brahma dan
Mahadewa? Kamu tidak memahami diri-Ku. Aku bukan orang bebas. Aku mungkin mampu
melakukan apa pun yang aku kehendaki. Tetapi aku adalah milik bhakta-Ku. Mereka
sudah meninggalkan segalanya dan memilih Aku sebagai sahabat mereka. mereka
meninggalkan segalanya untuk-Ku. Istri, rumah, anak, keinginan dan hidup mereka
tinggalkan untuk-Ku. Mereka tidak memikirkan dunia dan tidak tergiur surga.
Yang mereka harapkan hanya rahmat-Ku. Sebagai balasan, Aku tidak akan pernah meninggalkan
mereka. mereka sudah menaklukkan aku dengan cinta mereka. hinaan apa pun
terhadap mereka adalah hinaan kepada-Ku.”
Narayana melanjutkan, “Durwasa,
Ambarisha mengingat dan menyadari kehadiran-Ku setiap saat. Dia berserah diri
penuh kepada-Ku, bahkan saat diserang Kirtya makhluk ciptaanmu, dia tak
menghindar, dia telah pasrah sepenuhnya kepada-Ku, dia yakin pada kehendak-Ku
dan bukan kehendaknya, sehingga senjataku Sudarsana Chakra otomatis
melindunginya. Durwasa, kamu pun juga bhakta-Ku, tetapi Aku tidak bisa meminta
chakra ini untuk melepaskanmu. Aku minta kamu turun ke bumi minta maaf kepada
Ambarisha. Barangkali Sudarsana Chakra mau mendengarkan permintaannya.”
Resi Durwasa kemudian datang
kepada sang raja dan bersujud minta maaf atas kesalahannya dan mohon agar
Sudarsana Chakara membebaskan arah dari dirinya. Sang raja sangat malu dengan
tindakan sang resi yang penuh hormat kepadanya, dan kemudian berdoa kepada sang
chakra, “Sudarsana, aku menghormat kepadamu. Engkau adalah Agni, Surya, Chandra
dansemua bintang-bintang. Engkau adalah senjata yang disenangi Narayana yang
adalah samudera kemurahan hati. Engkau menjadi sangat agung sehingga semua
senjata tidak berdaya melawan kemuliaanmu. Aku minta padamu untuk memaafkan
Bapa Resi Durwasa.” Sudarsana Chakra menjadi dingin dan tidak mengejar Resi
Durwasa lagi.
Sang resi berterima kasih kepada
sang raja dan akhirnya mengetahui bahwa sang raja sangat menghormatinya. Selama
Resi Durwasa dikejar Sudarsana Chakra, dia telah lari ke tiga dunia selama satu
tahun. Dan selama satu tahun itu sang raja tidak makan sedikit pun, rupanya
sang raja menunggu Resi Durwasa yang diundang makan datang baru sang raja
makan. Akhirnya mereka makan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar